18.26

Sudah Benarkah Niat Kita?


Amalan Kecil Menjadi Besar Karena Niat

عن أمير المؤمنين أبى حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول إنما الأعمال بالنيات و إنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله و رسوله فهجرته إلى الله و رسوله ومن كانت هجرته لدنيا يوصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه

Dari Amirul mukminin, Abu Hafs, Umar bin Khottob Rodiyallohu’anhu berkata, aku mendengar Rosululloh Sholallohu’alaihiwasallam bersabda, “Sesungguhnya amalan itu bergantung pada niatnya dan sesungguhnya orang itu akan mendapatkan sesuai amalan. Barangsiapa yang hijroh kepada Alloh dan Rosulnya maka hijrohnya itu untuk Alloh dan Rosulnya. Barangsiapa yang berhijroh untuk mendapatkan dunia, atau untuk menikahi seorang wanita maka hijrohnya untuk apa yang ia hijrohi. (HR. Bukhori dan Muslim)


Niat adalah salah satu pondasi untuk beramal. Suatu amalan harus dilandasi dengan niat agar bernilai ibadah. Karena menurut sebagian ulama, niat itu yang membedakan antara amalan dengan adat/ kebiasaan. Misalnya ada 2 orang yang keduanya sama-sama makan. Yang satu meniatkan makannya untuk memuaskan syahwatnya sedangkan yang satunya makan agar badannya menjadi kuat untuk beribadah. Maka, makan yang dilakukan oleh orang yang pertama adalah suatu adat/ kebiasaan semata, sementara makan yang dilakukan oleh orang kedua merupakan suatu ibadah. Contoh lain, misal ada 2 orang yang mandi. Yang satu, beniat mandi biasa sedangkan, yang satu berniat mandi junub maka yang pertama merupakan perkara adat/ kebiasaan, sementara yang kedua merupakan suatu ibadah. 
Sedangkan menurut ulama yang lain, bahwa niat adalah sesuatu yang membedakan antara ibadah satu dengan ibadah yang lain. Niat membedakan antara ibadah wajib dengan ibadah sunnah. Misalnya puasa Ramadhan dengan puasa sunnah akan terbedakan dengan niat.

Ketahuilah niat itu tempatnya di hati bukan di lisan. Maka sungguh keliru, orang yang melafadzkan niatnya. Karena sesungguhnya ibadah itu hanya ditujukan kepada Dzat yang mengetahui sesuatu yan tak tersembunyi dan  mengetahui isi dada. Dan Alloh ta’ala mengetahui isi hati para hambanya. Melafadzkan niat dengan lisan bukanlah tuntunan Rosululloh. Tidak pernah dijumpai suatu riwayat shohih dari para sahabat Rosululloh bahwa mereka melafadzkan niat. Padahal kita tahu, sahabat adalah orang yang paling utama dari umat ini. Sampai-sampai Rosululloh bersabda, “Sebaik-baik umat ini adalah zamanku (zaman para sahabatpen-), kemudian zaman berikutnya kemudian zaman berikutnya”. Mereka  adalah orang yang berusaha meniru dan meneladani Rosululloh. Mereka adalah manusia yang paling ittiba’ kepada Rosululloh. Mereka adalah manusia yang dijamin dengan sorga Alloh. Mereka adalah manusia yang senantiasa berpegang dengan kebenaran. Sehingga Rosululloh bersabda : “Wajib bagi kalian untuk berpegang kepada sunnahku dan sunnah para kholifatur Rosyidin Mahdiyin”. Apakah pernah riwayat shohih bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali melafadzkan niat? Tentu tidak ada. Padahal mereka adalah manusia yang terpilih dengan dijanjikan masuk surga saja tidak melafadzkan niat, maka apakah kita pantas melakukan sesuatu amalan yang tidak mereka lakukan (melafadzkan niatpen-)?. Ketahuilah, bahwa melafadzkan niat adalah sesuatu yang baru dalam agama dan sesuatu yang diada-adakan. Jika hal ini dilakukan maka akan terancam sabda Rosululloh :”Barangsiapa yang beramal tanpa ada dasar dari kami (Rosululloh dan para sahabatpen‑) maka amalan itu tertolak”. Lalu siapa yang mereka contoh jika Rosululloh tidak melakukan demikian?
Suatu amalan itu tergantung niatnya. Barang siapa yang beramal sholeh, maka dibalas dengan balasan semisal. Sementara barangsiapa yang beramal suatu kejelekan maka ia akan dibalas dengan kejelekan pula. Rosululloh bersabda : ”Balasan tergantung amalannya”. Dengan demikian baik buruk suatu amalan itu tergantung baik buruk suatu niat.

Setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkan. Jika seseorang berniat jelek maka ia akan mendapat suatu kejelekan. Jika ia berniat baik maka ia akan memperoleh kebaikan. Oleh karena itu, engkau jumpai 2 orang penuntut ilmu. Salah satu dari keduanya dekat dengan sorga sedangkan satunya jauh dari sorga padahal keduanya sama-sama belajar Al Qur’an dari satu guru. Keduanya seolah-olah terpisah jauh seperti terpisahnya arah barat dan timur dan paha keduanya berbeda seperti langit dengan bumi. Kemudian, ada seorang belajar fikih agar bisa menjadi qodhi sedangkan satunya belajar fikih agar dia menjadi tahu dan bisa mengajarkan kepada yang lainnya. Maka di antara mereka tentu ada perbedaan yang besar. Rosululloh bersabda, “Barang siapa menuntut ilmu dengan tujuan dunia maka ia tidak akan merasakan angin sorga”.  Sungguh dahsyat niat ini. Yang dituntut dari suatu niat adalah keikhlasan. Keikhlasan adalah sesuatu yang berat untuk dicapai. Keikhlasan itu perlu dilatih. Sungguh perhatian salafussholih akan niat sangatlah besar. Mereka sangat takut kalau amalan mereka tidak diterima gara-gara noda tidak ikhlas. Sampai-sampai ada ulama salaf yang mengatakan bahwa mengikhlaskan niat itu lebih sulit dari pada mengamalkan suatu amalan.  Sebuah kata-kata indah dari seorang ulama, Abdulloh bin Mubaarok, “Amalan kecil akan menjadi besar karena niat, sementara amalan besar akan menjadi kecil karena niat”.

Ketahuilah, bahwa niat saja masih belum cukup untuk beramal. Kita sering mendengar orang berbuat kejelekan dengan dalih bahwa yang penting kan niatnya baik. Maka kita katakan bahwa niat saja belum cukup. Niat tidak bisa mengubah status suatu amalan. Niat tidak bisa mengubah sesuatu yang haram menjadi halal. Niat tidak bisrua mengubah bid’ah menjadi sunnah. Alangkah kelirunya dalih mereka. Ketahuilah niat saja belum cukup untuk beramal. Karena, amalan itu harus ada dalil. Amalan adalah perkara taukify (sesuai tuntunan Rosulullohpen-). Rosullulloh bersabda, “Barangsiapa yang beramal tanpa dasar dalil maka amala itu tidak diterima”. Antara niat dan dalil adalah 2 hal yang harus ada sebelum beramal. Amalan tanpa dalil maka tidak dianggap suatu amalan (bid’ahpen-). Sementara niat tanpa dalil maka itu juga tidak dianggap suatu amalan.
Mudah-mudahan yang sedikit ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Ya Alloh berilah kami ilmu yang bermanfaat. Washolallohu’ala nabiyyika Muhammad wa‘ala aalihi wa shohbihi wasallam.


Abu Muflih Fitriyansah
Diselesaikan di Pogung Raya, 18 Dzulqo’dah 1432 H