09.49

Mengapa Setelah Sekian Menuntut Ilmu,
Tapi, Mengapa Tak Kunjung Diperoleh?

Saudaraku yang semoga dirahmati oleh Alloh. Ilmu merupakan ibarat cahaya yang menerangi jalan. Dengan cahaya itu, kita dapat meniti jalan tanpa tersesat sehingga sampai pada kebahagiaan. Ilmu bagaikan lentera yang mampu menerang relung hati menjadikan hati senantiasa berharap-harap cemas kepada Alloh. Ilmu bagaikan telaga jernih di tengah-tengah gersang padang pasir di bawah panas terik mentari. Yang dari telaga itu, banyak makhluk yang bisa meminum segarnya air sehingga mereka dapat bertahan hidup. Ilmu itu bagaikan hujan, dimanapun ia turun maka ia akan bermanfaat. Ia akan menumbuhkan rerumputan yang hijau sehingga hewan ternak merasa gembira.
Alangkah bahagianya orang yang berilmu karena dengan ilmunya ia mampu mengendalikan dirinya, memperindah akhlaknya sehingga ia dapat berias dengannya dan menjadi teladan bagi orang lain. Dan yang lebih penting ia dapat meraup pahala dengan ilmunya. Siapa yang tak ingin menjadi orang yang berilmu? Siapa yang tak ingin menjadi orang yang mengenal Ilahi dengan ilmu? Ketahuilah, hakikat ilmu adalah mengenal dan menjadikan hati takut kepada Alloh. Oleh karena itu, ulama adalah hamba Alloh yang paling takut kepada Alloh.
Alloh berfirman, “Sesungguhnya hamba-hamba Alloh yang takut kepadaNYA hanyalah para ulama (orang yang berilmu)” (QS. Fatir : 28)
Saudaraku yang seiman, mungkin pernah terpetik dalam hati kita, sudah sekian lama kita menghadiri berbagai  kajian agama, pagi, siang, dan malam telah dicurahkan untuk meneguk ilmu agama, duduk bersimpuh di hadapan para ulama. Namun mengapa ilmu yang diperoleh tak kunjung diperoleh? Adakah yang salah dengan kita?
Ketahuilah wahai Saudaraku, ilmu itu bukanlah diperoleh karena nasab, tetapi ilmu itu diperoleh dengan perjuangan. Namun perjuangan itu tak semudah kita membalik telapak tangan. Setiap penuntut ilmu pasti akan menghadapi karang penghalang yang ia tidak dapat menembusnya kecuali orang yang diberi pertolongan oleh Alloh. Dan kita berdoa kepada Alloh agar kita termasuk orang yang diberi pertolonganNya.
Melalui tulisan ini, kami sampaikan beberapa karang penghalang yang dapat menghalangi seorang penuntut ilmu dengan harapan agar ia dapat mengetahui dan menyadari. Kami akan sampaikan pula nasehat-nasehat para ulama agar seorang penuntut ilmu dapat menembus karang-karang penghalang tersebut. 

Penghalang Pertama : Rusaknya Niat
Niat adalah rukun amal yang harus ada pada amal. Niat itu harus ada sebelum amal sampai amal itu selesai dikerjakan.
Rosululloh shallallahu ’alaihi wa sallam  bersabda : “Sesungguhnya amal tergantung pada niat dan  sesungguhnya seseorang akan memperoleh sesuai dengan niatnya.”
Niat itu bagaikan tiang bagunan, maka jika tiang itu tidak ada maka bangunan tersebut tidak akan tegak. 
Ketahuilah bahwa niat itu dapat terkotori oleh berbagai kotoran. Inilah hal yang dapat menghalangi seorang penuntut ilmu untuk memperoleh ilmu. Imam Sufyan At Tsauri mengatakan, “Niat adalah perkara yang paling sulit untuk saya kendalikan”. Jika imam At Tsauri berkata demikian, padahal beliau adalah seorang ulama besar, lalu bagimana dengan kita?
Cermatilah perkataan Imam Daruquthni berikut ini, ketika beliau berkata, “Dulu kami menuntut ilmu karena selain Alloh, tetapi ilmu itu ternyata tidak mau dituntut kecuali dengan niat ikhlas karena Alloh.”
Cukuplah perkataan Imam Daruquthni sebagai bukti nyata bahwa ilmu memang harus dituntut dengan niat ikhlas. Dengan niat ikhlas itulah, Imam Daruquthni dapat menjadi seorang ulama besar dalam bidang hadits.
Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:
1. Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.
2. Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
3. Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).
(Lihat At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H)

Oleh karena itu sudah sepatutnya kita mulai saat ini juga memperbaiki dan menata rapi niat kita, jangan sampai ada kotoran yang menempel padanya. Kita memohon kepada Alloh agar diberi kemudahan untuk mengikhlaskan niat.

Penghalang Kedua : Keinginan untuk Menonjol dan Populer dengan Ilmu.
Ini sebenarnya adalah salah satu kotoran niat. Namun, kami sampaikan terpisah mengingat pentingnya bahasan ini. Ingin tenar dan populer adalah penyakit yang sangat berbahaya yang tidak ada seorang pun yang selamat darinya kecuali orang yang dijaga oleh Alloh.  Perhatikanlah perkataan Imam Asy-Syathibi, tatkala beliau berkata, “Keinginan untuk populer dan menonjol dengan ilmu adalah perkara terakhir yang hilang dari hati orang-orang sholih”.
Jika niat seorang penuntut ilmu adalah ingin agar namanya populer, menonjol, ingin dihormati maka sungguh dia telah memakaikan pakaian kehinaan pada dirinya bahkan akan mendapat ancaman sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits tentang 3 orang yang masuk neraka pertama kali dan salah satunya adalah orang yang berilmu yang menginginkan ketenaran, gelar dan pujian manusia. Dalam hadits lain disebutkan bahwa Rosululloh sangat mengkhawatirkan 2 hal yang menimpa umatnya yaitu riya dan keinginan untuk tenar dan populer.
Perhatikanlah salaf, mereka sangat khawatir jika dirinya disebut-sebut dihadapan orang banyak. Bahkan, sampai-sampai ada ulama yang berusaha mencari jalan yang sepi untuk dilewati dalam rangka menghindari pujian manusia.
Pujian manusia memang terasa manis, namun ketahuilah pujian itu dapat mematahkan tulang punggungmu sehingga kamu tak mampu tegak berdiri dan menyeret dirimu menuju jurang kehancuran.
Abu Musa berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar seorang pria berlebih-lebihan dalam memuji seorang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, ”Kalian telah membinasakan atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih): [Bukhari: 78-Kitab Al Adab, 54-Bab Maa Yukrohu Minat Tamaduh. Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 67]
Dari Ibrahim At Taimiy dari ayahnya, ia berkata, "Kami duduk bersama Umar bin Khottob. Lalu ada seorang pria memuji orang lain yang berada di hadapannya. Umar lalu berkata, "Engkau telah menyembelih orang itu, semoga Allah menyembelihmu.”(Hasan secara sanad)
Oleh karena itu, kita memohon kepada Alloh agar senantiasa dijaga dari berbagai kotoran niat. 

Penghalang Ketiga : Menunda-nunda
Sikap menunda-nunda, menurut sebagian salaf merupakan tentara iblis yang akan menyerbu manusia. Sikap menunda-nunda merupakan salah satu faktor penghalang seorang penuntut ilmu untuk meraih ilmu. Bahkan tak hanya itu, sikap menunda-nunda adalah faktor penghalang taat. Syetan akan membisiki hati manusia agar ia menunda-nunda suatu amalan sholih dengan mengatakan ,” Waktu masih panjang, kamu dapat melakukan itu nanti”. Siapa yang bisa menjamin Anda masih hidup satu jam yang akan datang? Siapa yang menjamin Anda masih menghirup nafas esok hari? Ketahuilah, bahwa kita sedang bersaing dengan ajal.
Sudah menjadi kebiasaan banyak penuntut ilmu, mereka merasa sudah mempunyai ilmu setelah mengikuti kajian sehingga ia dapat menunda untuk mengulang kembali pelajaran. Namun ia tidak sadar kalau ternyata hari berikutnya ia sibuk dengan aktivitas lain sehingga ia lupa untuk mengulangi materi.
Seorang penyair arab mengatakan, “Janganlah anda menunda amalan hari ini untuk hari esok, karena bisa jadi esok datang namun engkau telah tiada”
Imam Hasan Al Basri mengatakan, Hati-hatilah dengan sikap menunda-nunda, karena sesungguhnya sekarang anda berada di hari ini bukan hari esok. Jika esok tiba maka anda berada di hari tersebut dan sekarang anda masih di hari ini. Jika esok tak menghampirimu maka jangan anda sesali atas apa yang hilang darimu”
Penyair arab mengatakan, “Jika anda tidak ikut menanam benih dan anda melihat orang lain memanen maka anda akan menyesal atas kecerobohan di waktu menanam benih.”
Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk waspada dengan sikap menunda-nunda. Mari kita atur waktu kita sebaik mungkin sehingga kita dapat mengulangi materi kajian yang sudah kita peroleh. Sehingga kita tidak menggigit jari penyesalan di waktu akan datang.

Penghalang Keempat : Tidak Mengamalkan Ilmu
Tidak mengamalkan ilmu adalah sebab pokok hilangnya keberkahan ilmu dan termasuk argumen yang Alloh jadikan untuk menyudutkan dirinya dan sungguh Alloh mengancam orang tersebut dalam firmanNYA: “Sangat besar murka Alloh jika kau mengatakan sesuatu yang tidak kau kerjakan” (Q.S Ash-Shof ayat:2)
Amal adalah buah dari ilmu. Ilmu tanpa amal ibarat pohon yang tak berbuah. Ilmu dan amal adalah kawan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya adalah satu kesatuan. Jika ilmu tanpa amal maka ilmu itu akan pincang. Ketahuilah bahwa justru dengan mengamalkan ilmu maka itu  ilmu menjadi terjaga sehingga tidak hilang dari dirinya.
Mulailah dari amalan yang kecil dan ringan, kemudian dilanjutkan amalan-amalan yang lebih tinggi levelnya. Mulailah dari amalan-amalan wajib baru kemudian yang sunnah. Hal ini bertujuan agar jiwa ini terbiasa untuk senantiasa beramal dan rutin.
Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, ”Yang dimaksud dengan hadits tersebut adalah agar kita bisa pertengahan dalam melakukan amalan dan berusaha melakukan suatu amalan sesuai dengan kemampuan. Karena amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang rutin dilakukan walaupun itu sedikit.”
Beliau pun menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang terus menerus dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.”  Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Mudah-mudah yang sedikit ini dapat memberi manfaat. Washolallohu’ala nabiyina muhammadin wa ‘ala alihi wa asshabihi ajma’in.

Muroja'ah :
Ma'aliim fi Thoriiq Tholabil 'ilmi karya Syekh Abdul Aziz As Sadhan

Ditulis oleh Abu Muflih Fitriyansah
di Masjid Pogung Raya
Diselesaikan tanggal 28 Dzulhijjah 1432 H